1/19/2017

Mencintai Om Danar: Review Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


Judul buku:
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Pengarang:
Tere Liye
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit:
2010
Tebal:
264 halaman

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin berkisah tentang kenangan dan cinta seorang gadis cantik dan pintar bernama Tania. Seperti sebuah lego yang disusun satu demi satu hingga menjadi utuh, kisah dalam novel yang ditulis oleh Tere Liye ini sanggup menghanyutkan hati pembaca pada tiap-tiap potongan ceritanya. Beliau membuat kita seolah ikut merasakan pahit kehidupan di bagian awalnya, di mana Tania hanya seorang gadis berusia sebelas tahun yang mengamen bersama dengan adik laki-lakinya, Dede. Dan di sanalah cerita bermula.
Ketika sedang mengamen di atas bus, tanpa sengaja Tania menginjak sebuah paku pada telapak kaki tanpa alasnya. Tania kecil mencoba menahan rasa sakit sementara Dede hanya bisa panik tanpa tahu harus melakukan apa untuk menolong kakaknya. Orang-orang di dalam bus menatap gadis kecil itu tanpa rasa iba, selain dia. Dia adalah seorang pria muda yang menolong dan membalut kaki Tania dengan sapu tangan miliknya. Rupanya nama pria muda itu adalah Danar, malaikat yang dikirim Tuhan untuk merubah jalan kehidupan Tania, Dede, dan Ibu mereka yang sakit-sakitan. Pria yang datang untuk membuka babak baru yang lebih baik dalam hidup Tania, juga menjadi cinta pertamanya. Pria yang biasa dipanggil ‘Om Danar’ oleh Dede.
Danar perlahan mengubah banyak hal. Dulunya Tania, Dede, dan Ibu mereka tinggal di rumah kardus yang sungguh jauh dari kata pantas untuk disebut sebagai rumah yang layak, namun dengan hadirnya Danar, kehidupan mereka terbilang jauh lebih baik. Bahkan Tania dapat melanjutkan sekolahnya.
Namun beberapa bulan setelah kehidupannya berubah, Tania kehilangan Ibunya akibat penyakit parah yang selama ini diderita beliau tanpa diketahui oleh siapapun. Kalimat terakhir yang dikatakan Ibunya pada Tania adalah: “Berjanjilah, Nak… Ini akan menjadi tangismu yang terakhir pula. Kecuali, kecuali demi dia… Kecuali demi dia…” sambil tersenyum ganjil. Lambat laun ketika kepergian Ibunya mulai sedikit demi sedikit direlakan, Tania yang memang sangat pandai pun mendapat beasiswa untuk sekolah di Singapura. Perasaan sedih dan bahagia tercampur adukkan. Ia tentu senang dengan kesempatan itu, tapi ia juga tak ingin meninggalkan malaikat keluarganya yang perlahan menumbuhkan benih cinta dalam dirinya.


“Orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
Selama berada di Singapura, babak kehidupan Tania seolah kesemuanya adalah tentang Danar. Mulai dari Tania yang beranjak remaja, ulang tahun ke-tujuhbelas, hingga kenyataan pahit yang harus ia terima bahwa pada akhirnya Danar menikah dengan seorang wanita lain. Wanita yang bukan dia.
Alur maju-mundur yang penulis ingin coba sampaikan dalam bercerita sama sekali tidak membingungkan pembaca, malah membuatnya semakin menarik dan membiarkan kita menebak-nebak alurnya. Seperti biasa, Tere Liye selalu pandai merangkai satu demi satu babak di dalam cerita hingga menemukan benang merahnya. Beliau juga tetap menggunakan gaya penulisan yang sederhana namun bermakna. Tidak lupa menyisipkan pelajaran-pelajaran kehidupan yang dapat kita ambil sebagai teladan.
Namun karena penulis menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu Tania, karakter Danar kurang tergambarkan dengan baik dalam novel ini. Kurang melekat dalam diri pria muda itu, karena di sini Tania bercerita mengenai dirinya dan perasaan cintanya, pun menggambarkan seorang Danar dari sudut pandangnya. Meski, secara keseluruhan, aliran alur yang lembut membuat kita tetap menikmati jalan cerita.
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin sangat cocok untuk para penggemar novel-novel inspiratif bertema percintaan. Banyak bagian dalam novel yang akan membuat kita mengenang masa-masa pertama mencintai juga jatuh bangunnya di dalam perjalanan. Pun membuat kita senyum-senyum sendiri atau sesak bukan main. Atau mengambil sedikit teladan bahwa cinta tidak memandang usia, tidak semudah itu dibumi hanguskan, dan jika memang cinta, kita harus berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Tania, untuk Danar.

0 komentar:

Post a Comment